Per 21 Juni 2023 lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2023 sebagai petunjuk teknis perlakuan PPh atas penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima/diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Menanggapi pemberlakuan aturan baru tersebut, Direktur Eksekutif Pratama Institute for Fiscal Policy & Governance Studies, Prianto Budi Saptono, dalam Free Webinar menyampaikan bahwa bagi sebagian masyarakat, peraturan perundang-undangan seringkali dianggap menjadi hal yang sulit untuk dipahami.
Sebagai pengantar untuk memahami lebih lanjut isi PMK Nomor 66 Tahun 2023 tersebut, mari simak infografik berikut.
Dasar Hukum Perlakuan Pajak atas Natura dan/atau Kenikmatan
Peraturan perlakuan pajak atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan didasari oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.
Diterbitkannya PMK Nomor 66 Tahun 2023 menjadi petunjuk teknis yang mengatur lebih detail terkait dengan pajak atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
Secara umum rangkaian aturan baru ini menggantikan aturan lama yang mengacu kepada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Perbedaan antara aturan lama dengan aturan baru mengenai perlakuan pajak atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan secara ringkas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 (aturan lama) | Undang-Undang No. 7 tahun 2021 (aturan baru) | |
Biaya natura dan/atau kenikmatan bagi pemberi kerja | Tidak dapat dibiayakan | Dapat dibiayakan sepanjang terkait dengan 3M |
Objek PPh bagi penerima natura dan/atau kenikmatan | Bukan objek PPh | Objek PPh |
Tujuan Aturan Baru Perlakuan Pajak atas Natura dan/atau Kenikmatan
Ketua IAI KAPj, Prof. John Hutagaol, melalui siniar IAI secara sederhana menyampaikan 2 (dua) tujuan di balik pemberlakuan rangkaian ketentuan baru ini:
1. Mengembalikan basis pemajakan pajak penghasilan
Bagi pegawai, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima menjadi objek pajak. Sementara itu, bagi perusahaan, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diberikan kepada pegawainya dapat dikurangkan pajaknya sebagai deductible expenses.
2. Mencegah penghindaran pajak (tax avoidance)
Beban pajak yg seharusnya ditanggung oleh penerima (pegawai) menjadi beban pemberi kerja (perusahaan). Misal: Tuan X adalah seorang pegawai di level manajer sebuah perusahaan dengan gaji 50 juta per bulan meminta agar gaji sebesar Rp 30 juta dibayarkan tunai dan Rp 20 juta sisanya dibayarkan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.