Satu hal yang paling mendasar di setiap transaksi adalah bahwa transaksi bisnis apapun harus selalu mengacu pada sebuah kesepakatan di antara para pihak. Kesepakatan tersebut disebut juga sebagai perikatan, persetujuan, atau perjanjian karena para pihak masing-masing sudah saling sepakat, terikat, dan berjanji untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang sudah disetujui sebelumnya. Jika kesepakatan para pihak tersebut tertulis, para ahli menyebutnya sebagai “kontrak”.
Kesepakatan yang sudah dibuat dan ditindaklanjuti oleh para pihak akan dicatat oleh para pihak dengan pendekatan ilmu akuntansi berupa jurnal akuntansi. Ilmu akuntansi ini menjadi penjembatan (intermediary) antara manajemen perusahaan dengan pihak lainnya. Ilmu akuntansi yang berasal dari kata “to account” akan sangat berkaitan dengan pertanggungjawaban (accountability) yang dilakukan oleh manajemen perusahaan kepada pihak lainnya. Secara khusus, pihak lainnya ini terdiri dari investor yang memberikan dananya berupa pinjaman (debt investor) dan/atau penyertaan saham (equity investor).
Kemudian, proses akuntansi selanjutnya adalah penyusunan pelaporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK). SAK diperlukan karena terjadi asimetri informasi (information assymetry) atau ketidakseimbangan pasokan informasi antara manajemen perusahaan sebagai “insiders” dengan investor sebagai “outsiders”. Oleh karena itu, penyusun SAK harus memberikan perlindungan kepada kepentingan investor atas informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan. Perlindungan tersebut berupa pengaturan perlakuan akuntansi yang tertuang di dalam SAK.
Sebagai konsekuensinya, pelaporan keuangan manajemen harus memenuhi standar minimal di SAK. Hal ini bertujuan agar informasi yang disajikan oleh manajemen di dalam laporan keuangan akan relevan dan bermanfaat bagi investor untuk pengambilan keputusan ekonomi. Pendekatan ini mengacu pada “decision usefulness theory”.
Pemerintah melalui otoritas pajaknya pun menjadi salah satu pengguna laporan keuangan yang berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan. Karena kepentingan pemerintah berbeda dari investor, pemerintah membuat pengaturan yang dapat saja berbeda dari SAK. Pengaturan tersebut tertuang di undang-undang perpajakan, misalnya Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). Oleh karena itu, manajemen perusahaan juga harus membuat pelaporan pajak dan menyajikan informasi yang bermanfaat kepada pemerintah melalui otoritas pajaknya sesuai ketentuan yang berlaku. Informasi akuntansi yang disajikan di dalam bentuk laporan keuangan akan bersumber dari transaksi. Oleh karena itu, transaksi para pihak merupakan perwujudan dari kesepakatan-kesepakatan.
Sesuai uraian di atas, implikasi akuntansi dan pajak pasti akan mengacu pada kesepakatan yang telah dibuat pengusaha dengan lawan transaksinya. Secara yuridis, setiap kesepakatan akan dianggap sah jika terpenuhi empat persyaratan di Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
- kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- suatu pokok persoalan tertentu; dan
- suatu sebab yang tidak terlarang.
Syarat pertama dan kedua di atas berkaitan dengan syarat subjektif terkait dengan para pihak sebagai legal person. Sementara itu, syarat ketiga dan keempat di atas berkaitan dengan syarat objektif. Syarat ketiga berkaitan dengan klausul kesepakatan terkait hak dan kewajiban para pihak. Klausul ini sering memunculkan masalah karena bersifat ambigu dan menimbulkan multitafsir. Salah satu penyebabnya adalah bahwa isi kesepakatan tidak sejalan dengan perlakuan akuntansi tertentu yang sudah diatur di dalam SAK. Selain itu, klausul yang disepakati tersebut tidak sejalan dengan syarat keempat yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku.
Secara ringkas, transaksi perdata yang dilakukan oleh para pihak berasal dari kesepakatan-kesepakatan. Untuk kepentingan bisnis, kesepakatan tersebut sebaiknya berbentuk tulisan yang disebut sebagai kontrak. Hal ini bertujuan agar ketika terjadi perbedaan pendapat, para pihak dapat merujuk pada klausul kontrak yang sudah tertulis. Jika kesepakatan bersifat ambigu, maka hasil pencatatan akuntansi dan penghitungan pajaknya juga dapat memunculkan multitafsir. Untuk selanjutnya, para pihak akan mencatat transaksi tersebut berdasarkan SAK dan menghitung pajaknya berdasarkan peraturan pajak.